makalah sejarah pondok pesantren suryalaya



KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah karya tulis taswuf . Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantanngan dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.







Tasikmalaya , 01 November 2018


Penyusun









DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii    
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1    Latar Belakang......................................................................................................1
1.2    Rumusan Masalah................................................................................................. 1
1.3    Tujuan.................................................................................................................... 1
1.4    Manfaat................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 2
2.1    Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya ................................................................... 2
2.2    Sejaran Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah....................................................... 4
2.3    Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya..................... 5
2.3.1. Azas Tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok
Pesantren Suryalaya ..................................................................................6
2.4    Makna Lambang Pondok Pesantren Suryalaya..................................................... 7
2.5    Konsep Inabah Pondok Pesantren Suryalaya........................................................ 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 12
3.1    Kesimpulan............................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 13




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam, tradisi di Jawa dan Madura yang dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia.Penelitian terhadap pesantren selalu menyisakan bagi para peneliti berikutnya, termasuk pula di dalamnya pesantren Suryalaya. Hal ini disebabkan pesantren Suryalaya mempunyai peranan yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk pesantren itu sendiri, tarekat yang diamalkan dalam pesantren, pengobatan/terapi maupun sejarah perkembangan pesantren Suryalaya sering kali menjadi obyek penelitian baik peneliti dari dalam negeri maupun dari dunia Barat.
Pesantren yang didirikan oleh Kyai Sepuh yang terkenal dengan panggilan Abah sepuh bernama Abdullah Mubarak Ibn Nur Muhammad   , mempunyai tradisi kepesantrenan layaknya pesantren yang lain. Namun dengan tarekat yang menjadi sumber utama pengajaran, menyebabkan pesantren ini identik dengan tarekat yang dianutnya. Nama Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) seringkali menggantikan nama pesantren Suryalaya yang saat ini dipimpin oleh Abah Anom yang bernama Shahibul Wafa Tajul Arifin.

1.2.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana sejarah perkembangan pondok pesantren suryalaya ?
2.    Bagaimana sejarah thariqah qadiriyah naqsyabandiyah ?
3.    Bagaimana thariqah qadiriyah naqsyabandiyah di pondok pesantren suryalaya ?
4.    Apa makna lambang pondok pesantren suryalaya ?
5.    Bagaimana konsep inabah di pondok pesantren suryalaya ?

1.3.         Tujuan
1.    Untuk mengetahui sejarah perkembangan pondok pesantren suryalaya
2.    Untuk mengetahui sejarah thariqah qadiriyah naqsyabandiyah
3.    Untuk mengetahui thariqah yang ada di pondok pesanten suryalaya
4.    Untuk mengetahui makna lambang/logo pondok pesantren suryalaya
5.    Untuk mengetahui konsep inabah di pondok pesantren suryalaya

1.4.    Manfaat
Agar dapat mengetahui sejarah, thriqah, makna lambang dan konsep inabah di pondok pesantren suryalaya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sejarah Pondok Pesantren Suryalaya
Pondok Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari masyarakat sekitar. Juga lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan.
Namun Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari guru beliau, Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu dapat dilalui dengan selamat. Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah pesantren walaupun dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit.
Pada awalnya Syeikh Abdullah bin Nur Muhammad sempat bimbang, akan tetapi guru beliau Syaikh Tholhah bin Talabudin memberikan motivasi dan dorongan juga bimbingan khusus kepadanya, bahkan beliau pernah tinggal beberapa hari sebagai wujud restu dan dukungannya. Pada tahun 1908 atau tiga tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Sepuh mendapatkan khirqoh(legitimasi penguatan sebagai guru mursyid) dari Syaikh Tholhah bin Talabudin. Seiring perjalanan waktu, Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati dari masyarakat, sarana pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah pengikut/murid yang biasa disebut ikhwan.


Wajah Suryalaya Tempo Doeloe.
Latar belakangMesjid Nurul Asror dan Menaranya

Dukungan dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan daerah semakin menguat. Hingga keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya dengan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah-nya mulai diakui dan dibutuhkan. Untuk kelancaran tugas Abah Sepuh dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dibantu oleh sembilan orang wakil talqin, dan beliau meninggalkan wasiat untuk dijadikan pegangan dan jalinan kesatuan dan persatuan para murid atau ikhwan, yaitu Tanbih.

Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad berpulang ke Rahmattullah pada tahun 1956 di usia yang ke 120 tahun. Kepemimpinan dan kemursyidannya dilimpahkan kepada putranya yang kelima, yaitu KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang akbrab dipanggil dengan sebutan Abah Anom. Pada masa awal kepemimpinan Abah Anom juga banyak mengalami kendala yang cukup mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Pondok Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII. Juga pada masa pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam dan Negara.

Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya semakin pesat dan maju, membaiknya situasi keamanan pasca pemberontakan DI/TII membuat masyarakat yang ingin belajar Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah semakin banyak dan mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Juga dengan penyebaran yang dilakukan oleh para wakil talqindan para mubaligh, usaha ini berfungsi juga untuk melestarikan ajaran yang tertuang dalam asas tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan Tanbih. Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang, sesuai dengan tuntutan zaman, maka pada tanggal 11 maret 1961 atas prakarsa H. Sewaka (Alm) mantan Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan mantan Mentri Pertahanan RI Iwa Kusuma Sumantri (Alm) (1952 – 1953). Dibentuklah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan untuk membantu tugas Abah Anom dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Setelah itu Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan sampai ke Negara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Thailand, menyusul Australia, negara-negara di Eropa dan Amerika. Dengan demikian ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pun semakin luas perkembangannya, untuk itu Abah Anom dibantu oleh para wakil talqin yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan juga wakil talqin yang berada di luar negeri seperti yang disebutkan di atas.

 
Mesjid Nurul Asror
Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan. Hal ini terbukti dari penghargaan yang diperoleh baik dari presiden, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan dari dunia internasional atas prestasi dan jasa-jasanya. Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin dibutuhkan oleh segenap umat manusia.
2.2    Sejarah Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah 
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Sufi Syaikh besar Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam Thariqah Naqsabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanad Thariqah Qadiriyah saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad mana beliau menerima bai'at ThariqahNaqsabandiyah. Sebagai seorang mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad Khatib sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Thariqah Qadiriyah memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka sangat dimungkinkan ia mendapat bai'at dari tarekat tersebut. Kemudian menggabungkan inti ajaran kedua tarekat tersebut, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Indonesia. Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama menekankan pentingnya syari'at dan menentang faham Wihdatul WujudThariqah Qadiriyah mengajarkan Dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Thariqah Naqsabandiyah mengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat. Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-'Arifin, dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat tersebut diberi nama Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir tarekat ini tidak berkembang di kawasan lain (selain kawasanAsiaTenggara).
Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu' dan ta'dhim Syaikh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang tarekat ini
adalah jtihadnya.
Sebagai suatu mazhab dalam tasawuf, ThariqahQadiriyahNaqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur'an, Al-Hadits, dan perkataan para 'ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin. Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk, tentang adab (etika), tentang dzikir, dan tentang murakabah.

2.3    Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya
Syaikh Ahmad Khatib memiliki banyak wakil, di antaranya adalah: Syaikh Abdul Karim dari Banten, Syaikh Ahmad Thalhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah dari Madura, Muhammad Isma'il Ibn Abdul Rahim dari Bali, Syaikh Yasin dari Kedah Malaysia, Syaikh Haji Ahmad dari Lampung dan Syaikh Muhammad Makruf Ibn Abdullah al-Khatib dari Palembang. Mereka kemudian menyebarkan ajaran tarekat ini di daerah masing-masing.
Penyebaran ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di daerah Sambas Kalimantan Barat (asal Syaikh Ahmad Khatib) dilakukan oleh dua orang wakilnya yaitu Syaikh Nuruddin dari Philipina dan Syaikh Muhammad Sa'ad putra asli Sambas. Baik di Sambas sendiri, maupun di daerah-daerah lain di luar pulau Jawa, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah tidak dapat berkembang dengan baik. Keberadaan tarekat ini di luar pulau Jawa, termasuk di beberapa negara tetangga berasal dari kemursyidan yang ada di pulau Jawa. Penyebab ketidakberhasilan penyebaran tarekat ini di luar pulau Jawa adalah karena tidak adanya dukungan sebuah lembaga permanen seperti pesantren.

Setelah Syaikh Ahmad Khatib wafat (1878), pengembangan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dilakukan oleh salah seorang wakilnya yaitu Syaikh Tolhah bin Talabudin bertempat di kampung Trusmi Desa Kalisapu Cirebon. Selanjutnya Beliau disebut Guru Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah untuk daerah Cirebon dan sekitarnya. Salah seorang muridnya yang bernama Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian dikenal sebagai Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya. Setelah berguru sekian lama, maka dalam usia 72 tahun ,beliau mendapat khirqah (pengangkatan secara resmi sebagai guru dan pengamal ) Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dari gurunya Mama Guru Agung Syakh Tolhah Bin Talabudin ( dalam silsilah urutan ke 35 ). Selanjutnya Pondok Pesantren suryalaya menjadi tempat bertanya tentang Thoreqat Qodiriyah
Naqsabandiyah
Dengan demikian , Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra. dalam silsilah Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah berada pada urutan ke 36 setelah Syaikh Tholhah bin Talabudin ra. Syaikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad di kalangan para ikhwan (murid-muridnya) lebih dikenal dengan panggilan "Abah Sepuh".karena usia beliau memang sudah tua atau sepuh, saat itu usianya sekitar 116 tahun. Di antara murid-murid beliau ada yang paling menonjol dan memenuhi syarat untuk melanjutkan kepemimpinan beliau. Murid tersebut adalah putranya sendiri yang ke-5 yaitu KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin diangkat sebagai (wakil Talqin) dan sering diberi tugas untuk melaksanakan tugas-tugas keseharian beliau, oleh karena itu para ikhwan tarekat memanggil beliau "Abah Anom " (Kyai Muda) karena usianya sekitar 35 tahun. Sepeninggal Syaikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad sebagai mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah yang berpusat di Pondok Pesantren Suryalaya dilanjutkan oleh KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin ( Abah Anom) sampai sekarang, beliau mempunyai wakil talqin yang cukup banyak dan tersebar di 35 wilayah, termasuk Singapura dan Malaysia.
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah sebuah tarekat yang berdiri pada abad XIX M. oleh seorang sufi besar asal Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika intelektual umat Islam Indonesia pada saat itu cukup memberikan sumbangan yang berarti bagi sejarah peradaban Islam, khususnya di Indonesia. Kemunculan tarekat ini dalam sejarah sosial intelektual umat Islam Indonesia dapat dikatakan sebagai jawaban atas "keresahan Umat" akan merebaknya ajaran "wihdah al-wujud" yang lebih cenderung memiliki konotasi panteisme dan kurang menghargai Syari'at Islam. Jawaban ini bersifat moderat, karena selain berfaham syari'at sentris juga mengakomodasi kecenderungan mistis dan sufistis masyarakat islam Indonesia.
Pesatnya perkembangan tarekat ini rupanya tidak terlepas dari corak dan pandangan kemasyarakatan. Contoh kiprah kemasyarakatan termasuk dalam masalah politik yang diperankan oleh mursyid tarekat ini memberikan isyarat bahwa tarekat ini tidak anti duniawi (pasif dan ekslusif). Dengan demikian, kesan bahwa tarekat adalah lambang kejumudan sebuah peradaban tidak dapat dibenarkan.

2.3.1.      Azas Tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Ilahi Anta Maqshuudii Waridloka Mathluubi A’thini Mahabbataka wa Ma’rifataka
Artinya : Ya Tuhanku ! hanya Engkaulah yang ku maksud, dan keridlaan Mulah yang kucari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintaiMu dan ma’rifat kepadaMu.
Doa tersebut diatas oleh para ikhwan Thoriqah Qadiriyah Naqsayabandiyah wajib dibaca dua kali.
Dalam doa tersebut mengandung tiga bagian :
  1. Taqorub terhadap Allah SWT.
Ialah mendekatkan diri kepad Allah dalam jalan ubudiyah yang dalam hal ini dapat dikatakan tak ada sesuatunyapun yang menjadi tirai penghalang antara abid dan ma’bud, antara choliq dan makhluq.
  1. Menuju jalan mardhotillah
Ialah menuju jalan yang diridloi Allah SWT. baik dalam ubudiyah maupun di luar ubudiyah, jadi dalam segala gerak-gerik manusia diharuskan mengikuti atau mentaati perintah Tuhan dan menjauhi atau meninggalkan larangan-NYA. Hasil budi pekerti menjadi baik, akhlak pun baik dan segala hal ikhwalnya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan sesama manusia atau dengan mahluk Allah dan insya Allah tidak akan lepas dari keridloan Allah SWT.
  1. Kemahabbahan dan kema’rifatan terhadap Allah S.W.T
 Rasa cinta dan ma’rifat terhadap Allah “Dzat Laisa Kamitslihi Syaiun” yang dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh Mahabbah, timbullah berbagai macam hikmah di antaranya membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak dhohir dan bathin, dapat pula mewujudkan “keadilan” yakni dapat menetapkan sesuatu dalam haknya dengan sebenar-benarnya. Pancaran dari mahabbah datang pula belas kasihan ke sesama makhluk diantaranya cinta pada nusa ke segala bangsa beserta agamanya. Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah ini adalah salah satu jalan buat membukakan diri supaya tercapai arah tujuan tersebut.

2.4  Makna Lambang/Logo Pondok Pesantren Suryalaya





1.    Isi dan Bentuk
a.         Lapisan Pertama :
Dasar bingkai segi lima.
b.        Lapisan kedua :
Kupu- kupu mempunyai :
1)   Empat sayap
2)   Dua belas garis-garis badan
3)   Dua mata kaki
4)   Empat kaki
c.         Lapisan Ketiga :
Padi dan kapas
d.        Lapisan Keempat :
Tujuhbelas sudut sinar Islam
e.         Lapisan Kelima :
Lafad Allah
f.         Lapisan Keenam :
Kubah masjid, AlQur’an,Hadits,Ijma’,Qiyas

2.    Pengertian isi dan bentuk
a.    Dasar bingkai segi lima mencerminkan :
1)   Satu azas tunggal pancasila
2)   Rukun Islam
·    Syahadat
·    Sholat
·    Zakat
·    Puasa
·    Haji
b.    Kupu-kupu lengkap :
1)   Empat Sayap, menggambarkan isi TANBIH
a)    Hormat kepada yang lebih tinggi derajatnya (lahir batin)
b)   Hidup rukun, damai, rendah hati, dan gotomh royong kepada orang yang sederajat dalam melaksanakan perintah Agama dan Negara.
c)    Jangan menghina kepada orang yang lebih rendah derajatnya.
d)   Kasih sayang, ramah, tamah terhadap fakir miskin.
e)    Kesemuanya ini untuk menghidup suburkan ajaran :
·  Syariat
·  Tarekat
·  Hakekat
·  Ma’rifat.
Dengan melahirkan tujuan,perencanaan,pelaksanaan,dan pengendalian (kontrol)

2)        Dua Belas Garis-Garis Badan,menunjukkan huruf kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH.
3)        Dua Mata, artinya untuk mengawasi lurus dan lancarnya Hablun minallah dan hablun minannas.
4)        Dua Kumis, artinya mengamalkan TQN yang akan menimbulkan keseimbangan lahir dan batin,dunia dan akherat serta agama dan negara.
5)        Sebelas dan Sembilan Garis Sayap, artinya:
6)        Sebelas garis sayap, mengingatkan jasa Wali Songo (sembilan) yang telah  menyebarluaskan agama Islam di Pulau Indonesia yang merupakan tonggak syi’ar Islam.
7)        Empat kaki, artinya berpijak kepada ermpat madzhab
Inti sari dari kupu-kupu ialah suatu proses kehidupan /perwujudan menuju keseimbangan:
a)    Binatang biasa (seperti ulat)
b)    Berubah seperti kepompong, dimana Radhoh seperti Tahalli.
c)    Dan dapat terus terbang menikmati rasa manisnya madu merupakan lambing  kebulatan hidup  yang terdiri dari jasmani, akal pikiran dan perasaan yang telah hasil bina dari tiga ajaran, yaitu:
·       Islam ilmunya Fiqh
·       Iman ilmunya Tauhid
·       Ihsan ilmunya Tashawwuf

c.    Padi dan Kapas
1)   Padi terdiri sebanyak tujuh belas butir, mengartikan 17 (hari kemerdekaan RI)
2)   Kapas terdiri dari sebanyak delapan kelompok, mengartikan Bulan Delapan Tahun Kemerdekaan RI, Padi dan Kapas tersebut melambangkan KEMAKMURAN DAN KESUBURAN LAHIR BATIN
d.   Tujuh belas sudut sinar islam, artinya :
1)   Tujuh belas rokaat dari sholat sebagai tiang atau tonggak agama Islam yang memancarkan sinar keagungan dan kejayaan abadi.
2)   Tujuh belas Agustus sebagai tanggal kemerdekaan RI
e.    Lafadz Allahu adalah sebagai tujuan utama
f.     Kubah Mesjid sebagai lambang agama Islam
1)       Satu kitab Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam
2)       Satu kitab Hadits adalah sumber hukum Islam kedua.
3)       Lima Trap adalah lima waktu sebagai kewajiban umat Islam, yaitu:
·      Shubuh
·      Dzuhur
·      Asyar
·      Maghrib
·      Isya

3. Arti Warna :
1. Merah lambang berani karena benar
2. Putih lambang kesucian, kejujuran dan keikhlasan yang menjadi sifat dasar tujuan pokok Pondok Pesantren Suryalaya.
3. Kuning Emas lambang Keagungan yang Kekal Abadi
4. Hijau lambang kemakmuran dan kesuburan dalam kehidupan secara lahir batin


2.5  Konsep Ibanah Pondok Pesantren Suryalaya
Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu (mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya.

Abah Anom menggunakan nama inabah menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak
Allah atau taat.
Dari sudut pandang tasawuf orang yang sedang mabuk, yang jiwanya sedang goncang dan terganggu, sehingga diperlukan metode pemulihan (inabah). Metode inabah baik secara teoretis maupun praktis didasarkan pada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama, Metode ini mencakup :
1.    Mandi.
Lemahnya kesadaran anak bina akibat mabuk, dapat dipulihkan dengan mandi dan wudlu. Mandi dan wudlu akan mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk 'kembali' menghadap Allah Yang Maha Suci.
Makna simbolik dari wudlu adalah: mencuci muka, mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan jiwa; mencuci lengan, mensucikan perbuatan; membasuh kepala, mensucikan otak yang mengendalikan seluruh aktifitas tubuh; membasuh kaki, dan mensucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup.
2.    Sholat.
Anak bina yang telah di bersihkan atau disucikan melalui proses mandi dan wudlu, akan dituntun untuk melaksanakan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode inabah. Tuntunan pelaksanaan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan ajaran islam dan kurikulum ibadah yang dibuat oleh Abah Anom.
3.       Talqin Dzikir
Anak bina yang telah pulih kesadarannya diajarkan dzikir melalui talqîn dzikr. Talqin dzikir adalah pembelajaran dzikir pada qalbu. Dzikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan mulut pula, melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk dihunjamkan ke dalam qalbu yang di talqin. Yang dapat melakukan talqin dzikir hanyalah orang-orang yang qalbunya sehat (bersih dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).

4.       Pembinaan.
Anak bina ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti program Inabah sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan ditetapkan oleh Abah Anom mencakup mandi dan wudlu, shalat dan dzikir, serta ibadah lainnya.
Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, juga diberikan kegiatan tambahan berupa : Pelajaran baca Al-Qur’an, berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina di evaluasi untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya. Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina inabah yang bersangkutan.
Atas keberhasilan metoda Inabah tersebut, KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja.
 


                                                  Pondok Inabah II untuk Putri

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR. Juhaya S. Praja, dalam tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal.




BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Pondok Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari masyarakat sekitar. Juga lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan. Namun Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari guru beliau, Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu dapat dilalui dengan selamat. Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah pesantren walaupun dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit. Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan sampai ke Negara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Thailand, menyusul Australia, negara-negara di Eropa dan Amerika. Dengan demikian ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pun semakin luas perkembangannya, untuk itu Abah Anom dibantu oleh para wakil talqin yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan juga wakiltalqin yang berada di luar negeri seperti yang disebutkan di atas.



DAFTAR PUSTAKA

3.     https://www.suryalaya.org/inabah.html
4.     https://3082803169469697003_26524cd2f6c3f5025d0d526ecfe4b051efc90878.blogspot.com/2012/03/logo-suryalaya-pertanyaaan-kang-nanang.html

Komentar